Senin, 25 Mei 2015

Cara Membuat Cash Budget

Cara Membuat Cash Budget (Plus Contoh Kertas Kerja)

Cara Membuat Cash Budget
Ditulis oleh Mr. JAK
Sebelumnya JAK sudah pernah membahas cara membuat cash budgetmingguan (weekly cash budget), namun tidak disertai contoh kertas kerja, sehingga mungkin kurang praktikal. Sekarang saya buatkan lengkap dengan contoh kertas kerja, mulai dari yang paling basic sampai yang agak advance.
Namun sebelum mulai langkah-langkah cara membuat Cash Budget, seperti biasanya, saya ingin mengajak rekan akuntan dan calon akuntan untuk ikut menengok kembali beberapa hal-hal yang sifatnya mendasar terlebih dahulu, seperti:
  • Apa itu KAS (cash) yang sebenarnya; dan
  • Apa perbedaan antara “Cash Flow Statement” dengan “Budgeted Cash Flow” dengan “Cash Budget” dengan “Cash Forecast.
Bukan penting, tetapi ini saaaaangat penting. Sebab, semua hardskills berawal dari kecerdasan mental (baca: intlejensia).
Terkait “Cash Budget” misalnya, mungkin anda bisa membuat yang basic, tetapi akan mudah bingung begitu dihadapkan dengan persoalan yang lebih kompleks, karena anda tidak memiliki mental yang sesuai.
Dalam cakupan yang lebih luas, seseorang mungkin menguasai akuntansi dengan sangat baik secara teknis tetapi tidak bisa menjadi seorang akuntan yang handal, karena pada dasarnya ia memang tidak memiliki mental sebagai seorang akuntan.
OK. Cukup. Kita langsung ke topik pertama…

The ‘Brutal-and-Beauty’ Truth about Cash

Memang. Kalau sudah ngomongin uang alias kas (cash), pada dasarnya, kita semua pernah kalang kabut, bingung tidak karu-karuan. Mengapa?
Sebab:
  • Uang atau kas, sifatnya personal dan sangat sensitif—bisa membuat seseorang luar biasa gembira (saat banyak uang) ATAU sedih termehek-mehek (saat tak pegang uang).
  • Uang juga bisa membuat seseorang menjadi penyabar ATAU temperamental.
  • Bagi sebagian orang bahkan uang sudah menjadi semacam atribut harga diri—bisa membuat seseorang merasa terhormat (saat punya uang melimpah) ATAU merasa nista (saat tak punya uang sepeserpun).
  • Uang, bisa mengeratkan atau merenggangkan hubungan suami-istri, kekeluargaan, persahabatan dan pertemanan.
Kalau mau jujur-jujuran, well, that’s the brutal truth about money, uang, kas (apapun sebutannya), ketika dikaitkan dengan kehidupan kita pribadi. Mungkin itu sebabnya mengapa sebagian besar dari kita sepertinya memiliki ‘nervous system’ khusus yang bisa bereaksi secara otomatis setiap kali berpikir tentang kas atau uang.
Lalu, indah (beauty)-nya dimana?
“Jika ingin sukses dalam melakukan sesuatu maka lampuilah sesuatu itu. Jika ingin sukses dalam menggalang uang (kekayaan) maka lampuilah uang itu” saran Tony Robbins (seorang pakar uang sekaligus penasehat keuangan pribadi Presiden Obama), suatu ketika.
Caranya?
“Bertanyalah pada diri anda sendiri: Apa yang akan aku lakukan bila kelak aku punya uang melimpah?” lanjut Tony.
Lalu?
“Jika sudah bisa membayangkan apa yang akan anda lakukan bila kelak punya uang melimpah, maka lakukanlah apapun yang ada dalam bayangan anda itu sekarang juga, tidak usah menunggu sampai anda kaya raya!” lanjut Tony.
Sebagai inspirasi dan contoh konkret, Tony pun membeberkan apa yang ada dalam perasaan dan pikirannya ketika hidup berlimpahkan uang seperti keadaannya saat ini.
“Dulu saya skeptik. Sekarang (setelah banyak uang) saya setuju dengan pemeo yang mengatakan uang bukan segalanya,” ungkap Tony.
Tony juga menjelaskan bahwa:
Hasil dari melakukan banyak hal itulah yang kemudian mendatangkan uang pada akhirnya. Bisa dibilang, bukan uang yang ada di dalam benaknya saat ia melakukan banyak hal, melainkan keinginan kuat untuk mewujudkan ide yang ada di dalam benaknya.
Ya, ya, ya, ya, ya…. Itu UANG menurut orang yang sudah sukses—bukan uang menurut saya yang masih jauh dari kriteria sukses.
Apapun kata orang sukses, selalu terdengar gurih, manis, dan masuk akal. Tapi, entah mengapa, biasanya sulit untuk diterapkan. Betul tidak?
OK. Terlepas dari pandangan orang yang sudah kaya—seperti Tony Robbins (atau mungkin Bob Sadino)—mengenai definisi uang dan kesuksesan, pada kenyataannya sebagian besar dari kita masih bermasalah dengan uang.
Secara garis besar, ada 3 macam kemungkinan keadaan yang membuat kita masih bermasalah dengan uang:
  • Tidak tahu caranya menghasilkan uang; atau
  • Tidak tahu caranya mengelola uang; atau
  • Tidak tahu caranya memanfaatkan kekuatan uang.
Orang dewasa seperti kita kebanyakan berada di kelompok ke-2 di atas, yakni: tahu caranya menghasilkan uang (meskipun sedikit), namun tidak tahu caranya mengelola uang. Masuk kantong kanan, keluar kantong kiri. Kadang-kadang tidak jelas untuk apa saja tahu-tahu tanggal 20 sudah kehabisan uang!
Bagaimana dengan perusahaan?
Catatan: karena JAK bukan website personal finance, maka saya tidak akan memberikan tips mengenai cara mengelola keuangan peribadi. Dalam tulisan ini saya akan fokus pada pengelolaan keuangan untuk perusahaan saja. Tetapi, jika mau, sebenarnya bisa juga diterapkan untuk diri anda pribadi.

Kas di Dalam Perusahaan

Balik ke pertanyaan tadi, bagaimana dengan perusahaan?
Sama saja dengan “brutal-and-beauty truth about cash” di atas.
Bos mendadak jadi pribadi yang temperamental ketika perusahaan tidak memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban (jangka pendek dan jangka panjang)-nya. “Kemana saja larinya uang perusahaan? Kamu kemanakan uang saya?” omelnya setiap hari. Celakanya lagi, ia ngomelnya selalu sama orang accounting, sebab orang accounting lah biasanya yang bolak-balik berurusan dengan uang di dalam perusahaan.
Sebaliknya, bos sangat masuk-akal , penyabar dan baik hati, ketika perusahaan selalu memiliki kas berlebih dalam menjalankan operasionalnya. Bahkan, kadang, sempat-sempatnya bertanya tentang kondisi anak-istri/suami stafnya, di tengah-tengah kesibukan menjalankan bisnis. “Gimana anakmu di rumah? Sehat? Kalau perlu dana kamu minta sama kasir gih, nanti saya approve.” Jiahhh…. Baik bener yak bosnya.
Bagi perusahaan, ketersediaan kas jauh lebih krusial dibandingkan angka “Laba” di dalam Laporan Laba/Rugi.
Prinsip dasar perusahaan kecil dan menengah, terkait Kas:
“Berapapun besarnya laba tidak ada gunanya jika tidak punya cukup kas untuk memuluskan operasional perusahaan.”
Mengapa? Sebab, angka LABA itu akan segera berubah menjadi RUGI bila perusahaan mengalami kesulitan likuiditas. Pegawai kerja ogah-ogahan karena tanggal gajian sering molor. Supplier ogah memberikan pasokan barang karena perusahaan sering telat bayar. Penyerahan barang/jasa kepada pelanggan menjadi terlambat, kualitas barang/jasa yang diserahkan menurun, pelanggan kecewa, penjualan menurun, RUGI! Ya, sesederhana itu.
Prinsip dasar perusahaan besar, terkait Kas:
“Berapapun besarnya laba yang berhasil dibukukan tidak akan ada gunanya bila tidak bisa bagi cash dividend kepada para pemegang saham.”
Why? Laba dari ‘product market’ mungkin meningkat, namun ketidakmampuan perusahaan membagi dividend akan segera memperoleh respon negative dari ‘capital market,’ pemegang saham kecewa, mau lepas sahamnya pun jatuhnya murah, posisi di lantai bursa jeblok! Sesederhana itu.
Mengapa perusahaan mengalami kesulitan kas?
Sama seperti orang pribadi, ketidakmampuan menggenjot revenue akan menjadi parah ketika ditambah lagi oleh ketidakmampuan mengelola kas yang sudah ada.
Ada 2 macam perusahaan yang sering mengalami kesulitan kas:
  • Slow Growing Company – Perusahaan payah yang maju kagak, bangkrutpun ogah—entah karena model (strategi) bisnisnya yang payah atau eksekusinya yang buruk. Perusahaan seperti inilah yang biasanya terseok-seok dalam operasi karena kesulitan kas.
  • Fast Growing Company – Perusahaan hebat yang maju pesat dalam waktu singkat. Kemajuan yang begitu pesat kerap membuat pengusaha menjadi sangat agresif dalam menjalankan operasional perusahaan, bahkan tak segan melakukan ekspansi (horizontal dan vertical) tanpa mempertimbangkan kemungkinan kekurangan kas karena perusahaan relative baru thus kas nya belum cukup melimpah.
Perusahaan—terlepas dari apapun kondisinya—bisa meminimalkan kesulitan kas (dan likuiditas in general) dengan cara menjalankan operasional perusahaan secara disiplin mengikuti “CASH BUDGET” yang mereka buat.
Lalu, bagaimana caranya membuat cash budget?
Sebelum masuk ke langkah-langkahnya, kita lihat terlebih dahulu perbedaan antara “Cash Flow Statement” dengan “Budgeted Cash Flow” dengan “Cash Budget” dengan “Cash Forecast.”

Cash Flow Statement Vs Budgeted Cash Flow Vs Cash Budget Vs Cash Forecast

Tidak hanya junior, bahkan akuntan senior pun kadang masih bingung membedakan keempat macam laporan ini, apalagi non-akuntan.
Akuntan tahu caranya membuat “Laporan Arus Kas” (Cash Flow Statement), tetapi jarang yang menguasai Budgeting—apalagi sampai membuat budget. Bisa dimengerti sebab, rata-rata akuntan memang lebih fokus ke akuntansi keuangan ketimbang akuntansi manajemen—jarang yang jago dua-duanya.
Sementara orang Keuangan, pada umumnya, tahu caranya membuat “Budget” (in general), namun jarang yang memahami “Budgeted Cash Flow” sebagai bagian dari “Budgeted Financial Statement.” Para junior di wilayah ini juga banyak yang masih bingung membedakan antara “Budget” dan “Forecast.” Memang sama-sama menggunakan data masa depan tetapi memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Jadi, apa bedanya?
Untuk mempersingkat waktu, sederhananya, sbb:
Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) – Laporan mengenai ALIRAN KAS MASUK dan KELUAR yang TELAH TERJADI, artinya disusun dengan menggunakan data historis, dibuat terutama untuk pihak luar sebagai bagian dari laporan keuangan (asersi manajemen), dan menggunakan format yang relatif sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya (bisa dibilang sudah baku).
Laporan Arus Kas Budgetan (Budgeted Cash Flow) – Laporan mengenai ALIRAN KAS MASUK dan KELUAR yang BELUM (namun sudah hampir bisa dipastikan akan) TERJADI, artinya disusun dengan menggunakan data masa depan, dibuat untuk pihak internal sebagai bagian dari target pencapaian bagi para manajer dan bagian dari Budgeted Financial Statement , menggunakan format yang sama persis dengan Laporan Arus Kas. (Catatan: Auditor eksternal kadang meminta Budgeted Cash Flow terutama bila aspek “Going Concern” perusahaan diragukan)
Budget Kas (Cash Budget) – Kertas kerja yang memuat RENCANA ALIRAN KAS MASUK dan KELUR, hampir sama dengan Budgeted Cash Flow dan dibuat. Namun dibuat secara khusus sebagai panduan pelaksanaan sehari-hari bagi kalangan internal perusahaan, dengan tujuan mensukseskan Budgeted Cash Flow (bisa dibilang ini turunan dari Budgeted Cash Flow Statement). Oleh sebab itu formatnya disusun dengan itemisasi yang lebih rinci, disertai timing yang jelas dengan rentang waktu yang bisa jadi sama atau lebih pendek (biasanya lebih pendek) jika dibandingkan budgeted cash flow statement.
Peramalan Kas (Cash Forecast) – Pada dasarnya ini hanya “potensi” aliran kas masuk dan keluar di masa depan. Bisa dibilang semacam “perkiraan-dan-harapan,” yang disusun dengan mengguanakan peramalan penjualan, berdasarkan ‘trend analyses’ di masa lalu yang kemudian diproyeksikan akan terjadi juga di masa depan. Saya pribadi, sebagai orang accounting, agak malas menggunakan forecast—rasanya percuma, lebih sering melesetnya, terlalu banyak faktor yang tidak bisa dikendalikan untuk memastikan sebuah forecast benar-benar terwujud. Namun di wilayah marketing, yang namanya “sales forecast” sangat penting untuk membuat mereka lebih semangat dalam menjalankan marketing and sales force.
Itulah perbedaan diantara keempatnya, in case if you don’t know.
OK. Sekarang kita langsung masuk ke langkah-langkah membuat Cash Budet.

Cara Membuat Cash Budget (Weekly)

Sengaja saya memilih span waktu yang paling pendek, yaitu mingguan (weekly), karena membuat yang cash budget bulanan (monthly) dan kwartalan (quarterly) prinsip kerjanya sama saja dengan mingguan, hanya span waktunya lebih panjang.
Membuat ‘Weekly Cash Budget’ artinya anda membuat cash budget untuk satu bulan namun disusun per mingguan. Misalnya: Untuk “Cash Budget Juni 2015,” anda membuat Cash Budget yang terdiri dari:
  • Minggu Pertama (Week-1);
  • Minggu Kedua (Week-2 );
  • Minggu Ketiga (Week-3); dan
  • Minggu Keempat (Week-4)
untuk bulan Juni 2015.
Caranya?
Berikut ini adalah Format Cash Budget (yang paling ringkas):
Cash Budget Surplus
Jika anda perhatikan format di atas, maka anda akan temukan 7 items dasar yang paling minimal harus ada dalam sebuah Cash Budget, yaitu:
1. Saldo Kas Awal – Ini adalah saldo kas awal yang dimiliki oleh perusahaan di awal periode budget dibuat, misal: 1 Juni 2015 untuk Cash Budget Juni 2015 Minggu Pertama (WK-1) seperti dalam contoh. Darimana angka Rp 100 dalam contoh diperoleh? Dari “Saldo Akhir” buku Kas perusahaan, yaitu Petty Cash ditambah Saldo Kas Bank, di akhir hari kerja sebelumnya.
2. Ditambah: Kas Diterima (dirinci) – Ini adalah rencana kas yang akan diterima (baca: masuk) dalam periode Cash Budget Minggu Pertama (WK-1).Darimana angka Rp 900 diperoleh? Dari buku (akun) “Piutang” perusahaan yang akan jatuh tempo pada minggu pertama (WK-1), misal seperti di bawah ini:
Cash Budget Piutang
Note: Jika ada rencana kas masuk sumber lain (misal: penjualan asset, bunga bank, pendapatan sewa) yang pasti akan diterima juga dimasukkan di sini.
3. Total Kas Tersedia (untuk digunakan) – Ini adalah rencana total kas yang bisa digunakan untuk Minggu Pertama Juni 2015. Darimana angka Rp 1000 diperoleh? Dari hasil penjumlahan “Saldo Kas Awal” dan “Kas Diterima” pada baris pertama dan kedua di atasnya.
4. Dikurangi: Kas Digunakan (dirinci) – Ini adalah rencana kas yang akan digunakan (baca: keluar) dalam periode Cash Budget Minggu Pertama (WK-1). Darimana angka Rp 800 diperoleh? Dari buku “Utang” perusahaan yang akan jatuh tempo pada minggu pertama (WK-1), misal seperti di bawah ini:
Cash Budget Utang
Note: Jika ada rencana pengeluaran selain dari aktivitas normal (misal: membeli mobil operasional, membayar cicilan bank, membayar sewa, menghire staf baru, dlsb) yang akan dibayar pada periode yang sama juga dimasukkan di sini.
5. Surplus/Defisit Kas –Ini adalah Surplus (baca: Sisa) atau Defisit (baca: Kekurangan) Kas yang akan terjadi pada periode Cash Budget Minggu Pertama (WK-1), yang diperoleh dari “Total Kas Tersedia Untuk Digunakan” dikurangi “Kas Digunakan”, sehingga Rp 1000 – Rp 800 = Rp 200.
6. Finance/Funding – Ini adalah jumlah Kas yang harus dipinjam dari pihak luar (bank atau lembaga keuangan lain) JIKA ternyata perusahaan mengalami “Defisit” kas, yakni rencana “Kas Digunakan” lebih besar dibandingkan dengan “Total Kas Tersedia.” Dalam contoh ini 0 (nol), karena kebetulan perusahaan akan mengalami “Surplus” Rp 200, sehingga tidak perlu lagi meminjam dari pihak luar. Andai defisit (misal: Kas Tersedia Untuk Digunakan=Rp 800 dan Kas Digunakan Rp 900 thus Defisit Rp 100, maka perusahaan akan perlu meminjam dari pihak luar sebesar Rp 200 agar saldo akhir Kas nantinya mencapai angka Rp 100, seperti yang nampak di bawah ini misalnya:
Cash Budget Defisit
7. Saldo Kas Akhir – Ini adalah jumlah saldo kas akhir yang diharapkan di akhir periode Cash Budget Minggu Pertama (WK-1), per Jumat 5 Juni 2015 dalam hal ini (karena hari kerja PT JAK sampai Jumat saja). Darimana angka Rp 200 diperoleh rasanya saya tidak perlu jelaskan lagi.
Itu baru Cash Budget untuk Minggu Pertama (WK-1). Karena kita akan membuat Cash Budget Juni 2015 secara mingguan (Weekly), maka kita masih harus lanjutkan untuk Minggu Kedua (WK-2), Minggu Ketiga (WK-3) dan Minggu Keempat (WK-4). Kita susun secara horizontal, maka formatnya akan menjadi sbb (sekedar contoh format saja):
Weekly Cash Budget
Cara menyusun untuk WK-2 s/d WK-4 sama saja dengan menyusun WK-1. Hanya saja perlu anda perhatikan hal-hal penting berikut ini:
Finance/Funding – Besarnya angka pembiayaan dari pihak luar (pinjaman dari bank misalnya) sangat ditentukan oleh besarnya “Kisaran Angka Saldo Awal dan Akhir” yang dipatok oleh manajemen perusahaan. Manajemen, biasanya, mematok angka saldo akhir yang dinilai paling aman—dalam artian, tidak terlalu sedikit thus bisa menganggu kelancaran operasional perusahaan DAN tidak terlalu banyak thus menjadi kas menganggur  (idle cash) atau malah menjadi beban bunga bila kas dalam kondisi defisit dan terpaksa cari utang bank. Dalam contoh ini PT JAK mematok saldo akhir dan awal pada kisaran Rp 100 s/d Rp 300. Jika terjadi defisit, sebesar Rp 50 seperti yang terjadi di minggu ketiga (Wk-3) misalnya, maka perusahaan harus mencari pembiayaan dari luar sebesar Rp 150, sehingga saldo akhirnya jatuh di angka Rp 100 thus masuk kisaran yang dipatok.
Saldo Kas Awal dan Akhir – Jika anda perhatikan contoh di atas, jelas terlihat bahwa “Saldo Kas Awal” WK-2 berasal dari “Saldo Kas Akhir” WK-1, demikian juga dengan “Saldo Kas Awal” WK-3 berasal dari “saldo Kas Akhir” WK-2, dan seterusnya. Saldo kas awal dan akhir ini biasanya dipatok oleh manajemen perusahaan (perhatikan penjelasan di atas).
Tingkat Kerincian Itemisasi pada “Kas Diterima” dan “Kas Digunakan” – Agar tidak membingungkan dan menyesatkan, tingkat kerincian itemisasi pada dua bagian ini sebaiknya diatur agar tidak terlalu rinci lalu menjadi Cash Budget yang bertele-tele, tetapi juga tidak terlalu ringkas lalu menimbulkan banyak pertanyaan (ini angkanya dari mana?). Catatan: Yang sangat penting untuk diperhatikan di sini adalah KONSISTENSI penamaan; harus selalu konsisten dari minggu-ke-minggu, bulan-ke-bulan, dan tahun-ke-tahun. Bagaimana caranya agar bisa konsisten? Pergunakan item-item yang ada pada “Laporan Laba/Rugi.” “Untuk Kas Diterima” ambil dari akun-akun pada kelompok “Pendapatan” (Revenue). Dan untuk “Kas Digunakan” bisa diambil dari akun-akun kelompok “Biaya” dan “Beban Operasional.”
Month To Date (MTD) – Jika anda perhatikan contoh, maka pada ujung kanan terdapat kolom “MTD,” ini maksudnya “Month to Date” yang mewakili total budget selama empat minggu di bulan Juni 2015. “Saldo Kas Awal”-nya adalah saldo kas awal Minggu Pertama (WK-1). “Kas Diterima”-nya adalah total kas diterima dari minggu pertama hingga keempat (=WK-1+WK-2+WK-3+WK-4). Dan “Kas Digunakan” nya adalah total kas digunakan dari minggu pertama hingga keempat.
Dengan demikian maka Weekly Cash Budget untuk Juni 2015 sudah selesai.
Bagaimana dengan “Kas Diterima” yang berasal dari penjualan tunai dan bagaimana dengan “Kas Digunakan” untuk pembelian tunai? Mungkin ada yang berpikir demikian.
Saya tahu, ada penjualan dan pembelian (pembelanjaan) tunai, dalam operasional perusahaan. Dalam volume yang kecil, masih bisa disiasati. Namun dalam volume besar, pada perusahaan retail misalnya, jelas tidak bisa. Kalaupun dipaksakan buat budget, maka akan sangat tidak akurat, boleh dibilang sia-sia sebenarnya.
Tujuan utama membuat “Cash Budget” adalah mengendalikan kas masuk dan kas keluar, sedemikian rupa, sehingga di satu sisinya tidak sampai kekurangan kas yang bisa menganggu kelancaran operasional DAN di sisi lainnya juga tidak sampai kelebihan kas yang bisa mengakibatkan kas menganggur (idle cash).
Tujuan itu hanya akan tercapai bila segala hal bisa diketahui lebih awal. Sedangkan transaksi tunai baru bisa diketahui setelah terjadi. Pertanyaannya: Bagaimana mungkin anda merencanakan sesuatu yang anda sendiri tak tahu pasti apakah akan terjadi atau tidak. No way!
Saran saya:
Khusus pembelian Tunai, harus diminimalkan; anda harus upayakan agar semua pembelian dalam bentuk kredit. Khusus pengeluaran-pengeluaran kecil, yang biasanya anda ambil dari Petty Cash, anda harus batasi, mintalah manajemen membuat SOP baku mengenai berapa besarnya pembelian tunai yang diijinkan dan berapa totalnya dalam satu bulan. Mengapa harus diminimalkan? Sebab, disamping membuat budget menjadi tidak bekerja alias berantakan, transaksi tunai juga sulit dikontrol (baca: mudah digelapkan atau diselewengkan dalam beragam modus).
Khusus pengeluaran rutin seperti Gaji Pegawai, Telepon, Listrik, Air, Langganan lainnya, memang tunai, tetapi bisa anda prediksi dengan cara melihat transaksi bulan sebelumnya. Kecuali ada hal-hal yang sifatnya insidentil, trend pengeluaran semacam ini relative stabil dri waktu-waktu. Jadi tidak ada masalah, anda masukkan saja ke item pengeluaran biasnya.
Jika—karena keadaan tertentu—terpaksa ada transaksi tunai, dalam jumlah yang relative besar, maka anda harus meminta rencana penjualan tunai (dari Bag. Sales/Marketing) dan rencana pembelian tunai (dari Bag. Purchasing) lebih awal, sebelum anda menyusun budget. Kalau perlu anda buatkan standar formulir kosong untuk diisi oleh mereka berapa pembelian dan penjualan tunai pada WK-1, WK-2, WK-3 dan WK-4. Dan pastikan rencana itu telah disetujui oleh pihak berwenang (minimal manajer bagian), minimal harus sudah dalam bentuk Purchase Order (PO) yang sudah diotorisasi oleh pejabat berwenang. Lalu anda buatkan baris khusus (pada Cash Budget) yang memuat rencana transaksi tunai tadi. Dan harus anda sadari bahwa kemungkinannya akurat sangatlah rendah (namanya juga mengira-ngira sesuatu yang belum pasti terjadi). Oleh sebab itu anda harus siap membuat revisi budget setiap terjadi penyimpangan. Berat? Ya memang berat.

Mengantisipasi Ketidakpastian

Seperti kondisi keuangan kita pribadi, kondisi keuangan perusahaan juga sering mengalami ketidakpastian. Hari ini lancar bukan berarti esok juga begitu. Hari ini tersendat mungkin esok malah lancar. Ada uncertainity dalam setiap operasional suatu usaha, tentu saja termasuk dalam hal ketersediaan kas.
Untuk tambahan kas masuk (karena produk/jasa) yang ditawarkan mulai memasuki “peak” time, kerja keras selama ini mulai menunjukkan hasilnya, tentu perusahaan selalu siap. Namun untuk yang sebaliknya, kondisi mulai memburuk karena produk/jasa sudah mulai memasuki “downturn”, apakah perusahaan siap? Inilah yang menentukan apakah kondisi keuangan suatu perusahaan sehat atau sakit-sakitan.
Untuk menghasilkan Cash Budget yang prudent dan efektif, seorang pengelola keuangan perusahaan (entah itu seorang manajer keuangan atau chief accountant atau Financial Controller dan CFO) harus mampu memahami karakteristik operasional perusahaan, sehingga budget yang dihasilkan mampu mengantisipasi setiap perubahan yang mungkin terjadi.
Seperti terlihat pada grafik di bawah ini:
Cash Flow Dan Siklus Produk
Pada fase perancangan sampai dengan fase pengenalan produk/jasa ke pasar, perusahaan akan mengalami defisit kas. Sebab, di satu sisinya kas banyak tersedot untuk membiayai aktivitas perancangan dan pengembangan (research and development) dan sisi lainnya produk/jasa yang dibuat juga belum menghasilkan kas masuk. Dalam kondisi seperti ini perusahaan harus ekstra hati-hati dalam mengeluarkan kas jika tidak mau ngos-ngosan sebelum mencapai puncak.
Pada fase pertumbuhan, bila produk/jasa yang dikembangkan memang laku di pasaran, kas mulai mengalir ke dalam. Perusahaan mulai bisa bernafas lega. Pada masa ini hingga memasuki puncak (paling laris), perusahaan akan mengalami surplus kas.
Pikirkanlah itu.

Follow Up Cash Budget

Tahu tidak, mengapa “cash Budget” (dan budget-budget lainnya) seringkali hanya menjadi sampah—sama sekali tak berguna?
Karena kebanyakan orang berpikir pekerjaan sudah selesai begitu Cash Budget diprint dan ditandatangani oleh pejabat berwenang (entah Financial Controllor atau Chief Financial Officer), tanggal 30 Mei 2015 untuk Budget Juni 2015 misalnya.
Padahal, yang benar, justru pekerjaan yang sesungguhnya baru dimulai. Cash Budget hanyalah ALAT (untuk mengendalikan aliran Kas). Selesai menyusun budget artinya alat anda SUDAH SIAP untuk digunakan, tetapi BELUM digunakan. Budget baru digunakan setelah periode mulai bergerak dari WK-1 hingga WK-4.
Artiya apa?
Menyusun Cash Budget penting. Tetapi follow up-nya jauh lebih penting lagi.
Tugas anda, setelah budget mulai berjalan, adalah memastikan semua orang di dalam perusahaan harus patuh terhadap budget yang telah dibuat. Untuk “Cash Budget” misalnya, jangkan staf dan manajer, pimpinan perusahaan sekalipun tak boleh seenak-enaknya mengeluarkan kas jika tidak sesuai dengan budget. Tugas anda adalah mengawal dan memastikan semua orang patuh.
Bagaimana caranya?
Begitu cash budget disyahkan:
Kirimkan kepada semua manager dengan disertai catatan bahwa mereka tidak boleh meminta kas selain yang telah ada di budget.
  • Panggil Accounts Receivable (A/R) Accountant, Penagihan (Collection) dan Penjualan (Sales). Berikan mereka printout “DAFTAR INVOICE” beserta tanggal jatuh tempo (due date) yang harus mereka tagih dan kasnya harus masuk sesuai tanggal jatuh tempo. Berikan mereka panduan cara menagih yang baik. Minta A/R Accountant membuat semacam alarm (reminder) di computer agar selalu mengingatkan bagian Collection untuk bergerak melakukan penagihan begitu ada invoice yang mendekati tanggal jatuh tempo. Anda sendiri WAJIB MARAH (kalau perlu ngamuk) jika ada invoice yang gagal ditagih pada tanggal jatuh temponya. Bagaimanapun juga anda adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam hal ini. Sebagai tambahan, berikan mereka panduan mengenai “cara menagih yang efektif.”
  • Panggil Accounts Payable (A/P) Accountant dan Purchasing. Berikan mereka daftar printout “DAFTAR UTANG” beserta tanggal jatuh tempo yang akan dibayar setiap minggunya. Ingatkan mereka bahwa, hanya utang di dalam daftar yang boleh dibayar (dilunasi) setiap minggunya dari WK-1 s/d WK-4, sesuai tanggal jatuh tempo. Tidak akan ada pembayaran selain itu. Berikan mereka panduan cara menghadapi vendor yang terkadang merengek minta pembayaran lebih awal atau meminta deposit. Khusus kepada Purchasing, berikan ia panduan cara berbelanja yang efektif untuk bisa memperoleh pembelian kredit—tentunya tanpa membuat harga menjadi naik.
  • Panggil Cash Accountant dan Cashier. Berikan mereka printout “DAFTAR INVOICE” yang Kas-nya harus diterima dan “DAFTAR UTANG” yang harus dibayar setiap minggunya dari WK-1 s/d WK-4. Ingatkan agar mereka bersikap agresif ketika mengejar A/R dan bersikap defensive ketika dikejar oleh A/P. Mereka hanya boleh mengeluarkan kas untuk A/P yang ada di dalam daftar saja. Di luar itu mereka harus meminta persetujuan dari anda dan pejabat berwenang lainnya.
Anda sendiri, selaku penyusun sekaligus pengawas, perlu melakukan review minimal setiap akhir minggu (Jumat) khusus membahas budget dengan orang-orang yang anda panggil di atas. Lihat apakah mereka sudah disiplin, apakah mereka mengalami kesulitan, apa kesulitannya, apakah kesulitan itu bisa diatasi, apakah perlu membuat revisi budget, dan bagaimana strategi anda untuk minggu berikutnya. Tidak perlu lama, cukup 15 s/d 30 menit. Lakukan dengan cepat.
Hanya dengan cara begitulah cash budget bisa berjalan efektif dan benar-benar berguna seperti yang seharusnya. Tanpa itu, cash budget hanya akan jadi sampah. Lebih baik tidak ada samasekali, daripada buang-buang waktu dan kertas.
sumber:http://jurnalakuntansikeuangan.com

0 comments:

Posting Komentar